MAKALAH EJAAN YANG DI SEMPURNAKAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada dua kasus yang melatari penerapan EYD sebagai salah satu kriteria kelayakan sebuah naskah. Kasus pertama yaitu terkadang tidak mampunya Pedoman EYD menjawab beberapa persoalan dalam masalah tatatulis naskah, baik dalam penggunaan kata baku, istilah, tanda baca, maupun singkatan/akronim. Kasus kedua yaitu kurangnya pemahaman penulis naskah, termasuk penerjemah, terhadap EYD itu sendiri sehingga kesalahan-kesalahan elementer dalam penulisan naskah masih sering terjadi, seperti penggunaan kata nonbaku dan penggunaan tanda baca yang keliru.
Dalam kasus pertama, buku Pedoman EYD ataupun Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak bisa semata-mata dijadikan acuan untuk menilai kelayakan naskah, pun termasuk dijadikan satu-satunya referensi untuk penyuntingan naskah. Karena itu, para penulis ataupun penerbit perlu mencari solusi kebahasaan yang lain dan menetapkan suatu keputusan yang ajek sebagai gaya penulisan.
Sebetulnya masalah untuk kasus pertama ini sudah lama dikaji dan akhirnya muncullah gagasan membuat semacam buku pedoman gaya selingkung (house style) penerbitan dalam bahasa Indonesia. Pada awalnya gagasan ini akan dilaksanakan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas. Akan tetapi, entah mengapa sampai sekarang buku pedoman gaya selingkung ini tidak pernah selesai.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata?
2. Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada penulisan partikel,singkatan,akronim dan angka?
3. Bagaimana cara penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD
C. Tujuan Makalah
1. mengidentifikasi penggunaan EYD yang benar dan baku
2. mengidentifikasi penulisan kata yang benar sesuai dengan EYD
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Asep Syamsul M. Romli dosen bahasa jurnalistik menjelaskan peran EYD dan penggunaan EYD dalam bahasa jurnalistik. Beliau menjelaskan, EYD merupakan aturan tata Bahasa Indonesia yang baku. Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus mengacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun memiliki pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.
B. Ejaan yang Disempurnakan (EYD) tetap menjadi acuan bagi para penerbit yang menyadari pentingnya penerapan bahasa secara standar dalam karya atau produk bernama buku. Karena itu, bagi banyak penerbit, salah satu poin kriteria kelayakan naskah adalah naskah ditulis dengan bahasa Indonesia yang standar atau mengikuti pedoman EYD, terutama untuk naskah-naskah nonfiksi. Namun, dalam praktiknya, penerapan EYD tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh penerbit serta tidak semuanya naskah ditulis dengan penerapan EYD.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata
1. Penggunaan Huruf Kapital
a. Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b. Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c. Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
d. Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e. Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2. Penulisan Huruf Miring
a. Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b. Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.
c. Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
3. Penulisan Kata Turunan
a. Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
b. Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.
4. Penulisan Gabungan Kata
a. Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b. Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.
B. Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1. PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah, siapakah, apatah.
a. Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
b. Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
2. PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
a. Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
b. Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
3. PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
a. Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b. Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim
4. PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5. PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a. Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b. Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c. Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d. Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com
C. Penggunaan Tanda Baca
1. Tanda Titik (. )
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya: A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc. Hk. (Bakalaureat Hukum)
Dr. (Doktor)
2. Tanda Koma ( , )
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, . . . tiga!
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3. Tanda Titik Koma (; )
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian¬bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4. Tanda Titik Dua ( : )
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Jam : 9.30 pagi
5. Tanda Hubung ( - )
a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara ba¬-
ru juga.
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris.
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara baru meng¬-
ukur panas.
... cara baru me-
¬ngukur kelapa.
... alat pertahan¬-
an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
6. Tanda Pisah ( - )
a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak men¬gubah konsepsi kita tentang alam semesta.
7. Tanda Elipsis ( ... )
a. Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
8. Tanda Tanya ( ? )
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
b. Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
9. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
10. Tanda Kurung ( )
a. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya: Faktor-faktor produksi menyangkut masalah berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
11. Tanda Kurung Siku ([... ])
a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak dibicarakan.)
12. Tanda Petik ("... ")
a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Misalnya: "Sudah siap?" tanya Awal.
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Misalnya: Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
13. Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' )
a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya: Tanya Basri, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b. Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung)
Misalnya: rate of inflation ’laju inflasi’
14. Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.
Misalnya: kata2
lebih2
sekali2
15. Tanda Garis Miring ( / )
a. Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Misalnya: No. 7/PK/1973
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya: mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
16. Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' )
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.
Misalnya: Ali 'kan kusurati ('kan = akan) Malam 'lah tiba ('lah = telah)
Daftar Pustaka
threa139,januari,2012.Makalah. Diakses dari http://threa139.files.wordpress.com/2012/01/makalah-br.doc. Dikutip tanggal 19 November 2013.